Selasa, 27 September 2011

Autis Bisa Di Sembuhkan

Penyandang Autis dapat disembuhkan, terutama jika gangguan kelainan ini dapat dideteksi dan diagnosa sedini mungkin. Penyembuhan secara dini dapat tercapai jika penyadang autis diberi terapi perilaku dan obat-obatan yang tepat.
’’Jadi semakin awal seorang anak terdiagnosa dan mendapat terapi  dan obat yang tepat, insya Allah, semakin besar kesempatannya untuk kembali ke jalur perkembangan yang normal atau sembuh,’’ ujar Dr  Latifah SpKJ, Psiater Ahli Kedokteran Jiwa dari RS Ernaldi Bahar Palembang.
Penatalaksanaan komprehensif bagi penyandang autis, sambunnya, meliputi perbaikan tubuh dari dalam (penatalaksanaan biomedis), medikamentosa (obat) bila diperlukan dan tatalaksana non-medis seperti terapi perilaku, wicara, okupasi, integrasi sensoris dan yang lainnya. keberhasilan penyembuhan atau perbaikan gangguan autisme tergantung pada banyak faktor seperti berat atau ringannya gangguan pada otak, berat atau ringannya gangguan pada tubuh, kecepatan anak terdiagnosa serta penanganan dini, tepat, terpadu dan intensif.
’’Banyak anak mengalami perkembangan yang luar biasa, namun banyak pula yang tidak berkembang dengan baik,’’ katanya
Latifah mengatakan, autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap.  Pada  10 ribu kelahiran 4-5 kelahiran akan terjadi autis.
Lebih lanjut dia menjelaskan, anak dengan gangguan spektrum autistik (Autistic Spectrum Disorder/ASD) biasanya mengalami gangguan pada saluran pencernaan, sistem kekebalan tubuh, susunan syaraf pusat dan proses detoksifikasi.
Mereka juga alergi terhadap banyak jenis makanan, keracunan logam berat (Hg,Pb,As,Cd) dan kondisi biokimiawi tubuhnya terganggu. “Bila semua gangguan di tubuhnya dapat disembuhkan, maka otaknya akan bisa lebih berfungsi dengan baik,” katanya.
Penyebab Autis sendiri, terang Latifah sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Pasalnya sampai saat ini penyebabnya  masih dalam  hipotesa. Diduga banyak hal yang mempengaruhi anak menderita autis.
Selain faktor genetik, faktor yang berpengaruh lainnya yakni jika ibu hamil  trismester I yang mengalami perdarahan,  pecah ketuban dan air ketubannya terminum si janin, komplikasi persalinan, infeksi virus rubela, toxoplasma, makanan yang mengandung pengawet, serta mengonsumsi obat-obatan saat kehamilan.
Ia menjelaskan pula bahwa orang tua penyandang autis membutuh dukungan dari dokter, terapis dan terutama masyarakat supaya bisa tegar menghadapi keadaan anaknya dan tidak berputus asa. ’’Karena itu kami mengimbau masyarakat untuk lebih memahami apa itu autis, dan tidak mengolok-olok atau melecehkan individu autistik, tetapi lebih bersikap toleran dan membantu, untuk bersikap empatik terhadap orang tua anak penyandang autisme dan mengerti kesulitan yang mereka hadapi,” katanya.
Angka kejadian autis di seluruh dunia terus meningkat. Di Palembang sendiri angka kejadiannya 25 persen pertahun atau 5-20 kasus per tahun. Kebanyakan anak usia 2-4 tahun. Banyak penyandang autis terutama yang ringan tidak terdeteksi dan bahkan sering mendapatkan diagnosa yang salah, atau bahkan terjadi overdiagnosis. ’’Hal ini tentu saja sangat merugikan anak. Karena itu kenali gejalanya agar mudah dalam penangananya,’’ungkap dr  M Nasir SpA (K) dari RS Dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang.
Menurutnya, gejala autis mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun. Secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2 – 5 tahun. Pada beberapa kasus aneh gejala terlihat pada masa sekolah. ’’Berdasarkan penelitian lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan,’’jelasnya.
Beberapa test untuk mendeteksi dini kecurigaan autis hanya dapat dilakukan pada bayi berumur 18 bulan ke atas. Gejala autis berbeda-beda dalam kuantitas dan kualitas. ’’Kesulitan yang timbul, sebagian dari gejala tersebut dapat muncul pada anak normal, hanya dengan intensitas dan kualitas yang berbeda,” ungkapnya.
Gejala-gejala pada autis mencakup pada gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal, seperti, terlambat bicara atau tidak dapat berbicara, mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai bahasa planet.
Selain itu, tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi, meniru atau membeo. ’’Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian , nada, maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya,”bebernya.
Gejala kedua adalah gangguan pada bidang interaksi social. Ganguan ini contohnya, anak mengalami ketulian, menolak atau menghindar untuk bertatap muka,, merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk, tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang.
Lebih jauh Nasir menjelaskan, gangguan pada bidang perilaku dan bermain, seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton, bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh. Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus menerus untuk waktu lama) atau sesuatu yang berputar, dan terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu.
’’Seperti halnya, sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana. Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak dan dapat juga anak terlalu diam,”jelasnya.
Lalu, gangguan pada bidang perasaan dan emosi. Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya. Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata.
Ditambahkannya, terakhir, gangguan dalam persepsi sensoris, contohnya, mencium-cium, menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras langsung menutup mata, tidak menyukai rabaan dan pelukan.
Nasir menyarankan bagi orangtua untuk tidak ragu berkonsultasi dengan dokter Anda jika mencurigai adanya satu atau lebih gejala in pada anak Anda. ’’Tetapi jangan juga cepat – cepat menyatakan anak Anda sebagai penderita autis,”tandasnya. (mg39)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar